Air Mata yang Menjadi Akhir Garis Darah
Aroma mei hua yang memabukkan menusuk hidungnya, namun tidak mampu mengusir bau anyir darah yang mengental di istana yang dulunya adalah rumahnya. Putri Lian, sang angsa putih dari Liang, kini hanya serpihan kenangan. Dulu, ia adalah tawa renyah di tengah taman bunga persik, keanggunan yang membius para pujangga. Sekarang, ia adalah bayangan yang menari di lorong-lorong gelap, dipenuhi luka yang tak kasat mata.
Cinta dan kekuasaan. Dua racun yang merenggut segalanya. Kaisar Jian, yang dulunya berjanji bulan dan bintang, kini hanya menyisakan pengkhianatan. Keluarga Lian, yang mengabdi selama beberapa generasi, kini tercoreng oleh fitnah dan dibantai tanpa ampun. Lian, yang mencintai dengan sepenuh hati, kini hanya menyisakan kekosongan.
Namun, di kedalaman jurang keputusasaan, setitik bara menyala. Bara KEBENCIAN. Bukan kebencian membabi buta, melainkan kebencian yang dingin, kalkulatif, dan mematikan. Lian berjanji. Bukan dengan kata-kata, melainkan dengan setiap tetes air mata yang jatuh, dengan setiap denyut jantung yang berdetak. Ia akan membalas.
Bertahun-tahun berlalu. Lian, dengan identitas baru, muncul kembali sebagai Lady Xue. Kecantikannya masih memukau, namun ada lapisan es di balik tatapan matanya. Ia belajar taktik perang, ilmu racun, dan seni diplomasi. Ia membangun aliansi, mengumpulkan informasi, dan menyusun rencana yang rumit.
Balas dendamnya bukan dengan pedang yang berlumuran darah, melainkan dengan senyuman yang manis namun mematikan. Ia menggunakan kekuasaan untuk menghancurkan, kesetiaan untuk mengkhianati, dan cinta untuk menghancurkan hati. Kaisar Jian, yang dibutakan oleh nafsunya, jatuh ke dalam jaring-jaring yang Lian rajut dengan sabar.
Setiap bidak yang jatuh, setiap rencana yang berhasil, membawa Lian semakin dekat pada tujuannya. Namun, setiap langkah juga menggores luka lama. Ia melihat dirinya di mata para korban, merasakan denyut kesakitan yang sama. Ia tahu, balas dendam tidak membawa kedamaian, hanya kehampaan yang lebih dalam.
Puncak dari segalanya adalah hari Kaisar Jian dijatuhkan dari tahtanya. Tidak dengan pemberontakan, melainkan dengan pengkhianatan dari orang-orang terdekatnya. Lian berdiri di hadapannya, bukan dengan amarah, melainkan dengan ketenangan yang mematikan. Ia menceritakan siapa dirinya, mengungkap kebenaran yang disembunyikan, dan menghancurkan sisa-sisa cinta yang pernah ada.
Kaisar Jian, yang hancur baik secara fisik maupun mental, hanya bisa menatapnya dengan tatapan kosong. Lian berbalik, meninggalkan istana yang penuh dengan kenangan pahit. Ia tidak merasakan kemenangan, hanya kelelahan yang mendalam. Ia telah mencapai tujuannya, namun dengan harga yang sangat mahal.
Di ambang senja, di tengah hamparan bunga mei hua yang kembali bermekaran, Lady Xue tersenyum tipis. Akhirnya, semua tetes air matanya telah menjadi permata yang menghiasi mahkotanya, dan... kini, ia akan memerintah dengan cara yang belum pernah mereka bayangkan.
You Might Also Like: 3 Manfaat Pelembab Skin Barrier Lokal