Tangisan yang Menjadi Teman Tidur Lorong Istana Timur itu sunyi membeku. Ubin pualamnya memantulkan rembulan pucat yang mengintip dari bal...

Harus Baca! Tangisan Yang Menjadi Teman Tidur Harus Baca! Tangisan Yang Menjadi Teman Tidur

Harus Baca! Tangisan Yang Menjadi Teman Tidur

Harus Baca! Tangisan Yang Menjadi Teman Tidur

Tangisan yang Menjadi Teman Tidur

Lorong Istana Timur itu sunyi membeku. Ubin pualamnya memantulkan rembulan pucat yang mengintip dari balik awan. Kabut tipis merayap masuk, membawa aroma lembab dan dingin, seolah napas dari masa lalu yang kelam. Malam ini, serasa ada yang berbeda.

Lady Bai Lian, dengan gaun sutra seputih salju yang mengalir anggun, berjalan perlahan. Setiap langkahnya nyaris tak bersuara, namun gema kesedihannya menggantung di udara. Dulu, lorong ini adalah saksi tawanya bersama sang Pangeran Mahkota. Kini, hanya air mata yang menemaninya.

Lima tahun lalu, Pangeran Mahkota dikabarkan tewas dalam perburuan di Pegunungan Giok. Jenazahnya tak pernah ditemukan. Bai Lian, yang dijanjikan menjadi permaisurinya, larut dalam duka. Ia mengurung diri, hanya ditemani tangis dan kenangan.

Tiba-tiba, di ujung lorong, sosok itu muncul.

Sosok dengan jubah hitam yang menutupi seluruh tubuhnya. Sosok yang kehadirannya mengirimkan getar aneh ke seluruh tubuh Bai Lian.

"Siapa... siapa kau?" bisik Bai Lian, suaranya bergetar.

Sosok itu mendekat, perlahan, sangat perlahan. Ketika ia mengangkat kepala, cahaya rembulan menerangi wajahnya. Wajah yang dulu sangat dicintai Bai Lian. Wajah yang seharusnya sudah membusuk di pegunungan.

"Li Wei..." bisik Bai Lian, tak percaya. "Kau... kau hidup?"

Li Wei, Pangeran Mahkota yang TELAH KEMBALI, tersenyum tipis. Senyum yang tidak lagi ia kenal.

"Bai Lian, apakah kau merindukanku?" Suaranya lembut, namun menusuk tulang.

"Bagaimana... bagaimana mungkin? Kami semua mengira kau..."

"Mati? Begitukah?" Li Wei tertawa pelan. "Kematian hanyalah sebuah ilusi, sayangku. Sebuah SANDIWARA yang sempurna."

Bai Lian mundur selangkah. Ada yang salah. Ada yang sangat salah. Aura yang terpancar dari Li Wei bukanlah aura pria yang dicintainya. Ini... ini adalah aura kekuasaan. Aura kegelapan.

"Kenapa, Li Wei? Kenapa kau melakukan ini?"

Li Wei mendekat, meraih pipi Bai Lian dengan tangannya yang dingin. "Karena AKU menginginkannya, Bai Lian. Seluruhnya. Kekuasaan. Penghormatan. Bahkan kesedihanmu yang mendalam pun adalah bagian dari rencana ini."

Bai Lian menatap Li Wei, KETAKUTAN membuncah dalam dadanya. Perlahan, pemahaman mulai meresap ke dalam benaknya. Semua kebetulan, semua kejadian tragis, semua kesedihan... Semuanya adalah bagian dari rencana Li Wei.

"Kau... kau merencanakan semua ini?"

Li Wei mengangguk. "Kau lihat, Bai Lian? Selama ini, kau mengira dirimu korban. Padahal, kaulah bidak paling berharga dalam permainanku. Air matamu adalah pelengkap kemenangan."

Mata Bai Lian berkaca-kaca. Selama ini, ia hidup dalam kepalsuan. Cintanya, kesetiaannya, kesedihannya... Semuanya dimanfaatkan oleh pria yang ia cintai.

Li Wei tersenyum, senyum kemenangan yang mengerikan. "Malam ini, Bai Lian, tirai akan diturunkan. Drama ini... berakhir."

Bai Lian menatap Li Wei dalam diam. Kebenaran telah terungkap. Dan kebenaran itu adalah...

Dialah yang merancang kehancuran Li Wei sejak awal, menggunakan cinta palsunya sebagai umpan.

You Might Also Like: Discover Fascinating Green Animals Of

0 Comments: