Cinta yang Menghapus Nama Dewa
Malam itu abadi. Kegelapan mencengkeram Istana Giok, seperti dendam purba yang enggan melepaskan. Salju turun, membalut segalanya dalam keheningan yang menyesakkan. Namun, di balik tirai kristal itu, darah mengalir, menodai kesuciannya.
Aroma dupa cendana bercampur dengan bau amis. Lin Wei, sang dewi perang yang ditakuti, berdiri di tengah ruangan. Wajahnya pucat, diterangi oleh cahaya obor yang berkedip-kedip. Di hadapannya, berlutut seorang pria. Xiao Chen, dewa matahari yang dulu dipujanya, kini hanya sosok menyedihkan dengan mata yang dipenuhi kesakitan.
"Kau…," Lin Wei berbisik, suaranya serak. "Kau berani mengkhianatiku."
Xiao Chen tidak menjawab. Kepalanya tertunduk, helai rambut hitamnya menutupi wajahnya. Di punggungnya, tertancap belati perak milik Lin Wei.
Dulu, cinta mereka membara seperti matahari pagi. Janji-janji diukir di langit, sumpah setia diucapkan di bawah bintang-bintang. Namun, janji hanyalah debu. Sumpah adalah asap.
Rahasia tua mulai terkuak ketika Lin Wei menemukan gulungan kuno di ruang rahasia kuil. Gulungan itu mengungkap kebenaran pahit: Xiao Chen adalah keturunan dari klan iblis yang telah menghancurkan keluarganya. Cinta yang dia percayai ternyata dibangun di atas KEBOHONGAN dan Pengkhianatan.
"Kau tahu apa yang telah dilakukan klanmu padaku," Lin Wei melanjutkan, air mata menetes di antara asap dupa. "Kau tahu darah siapa yang mengalir di nadiku."
Xiao Chen mengangkat kepalanya, menatap Lin Wei dengan tatapan yang dulu penuh cinta, kini hanya ada penyesalan. "Aku… tidak pernah berniat menyakitimu, Wei Er. Aku mencintaimu."
Kata-kata itu bagai pisau yang menusuk jantung Lin Wei. Cinta yang dia rasakan dulu berubah menjadi BENCI yang membara. "Cinta? Kau berani menyebutnya cinta? Cintamu telah membunuhku sejak lama."
Flashback menghantuinya: pembantaian keluarganya, teriakan ibunya, tatapan kosong ayahnya yang terbunuh. Semua itu dilakukan oleh klan iblis yang sama dengan darah yang mengalir di tubuh Xiao Chen.
Lin Wei mencabut belati dari punggung Xiao Chen. Pria itu terhuyung, darah menyembur ke salju di lantai. Ia tidak melawan. Ia menerima takdirnya.
"Dulu, aku bersumpah akan melindungimu," gumam Lin Wei, air matanya membasahi wajahnya. "Sekarang, aku bersumpah akan membalas dendam atas nama keluargaku."
Darah mengalir di atas abu. Janji dilanggar, cinta dikubur. Lin Wei berdiri tegak, matanya membara dengan tekad. Dia tidak akan membiarkan Xiao Chen lolos begitu saja.
Balas dendam Lin Wei tidak tergesa-gesa. Tidak ada amarah yang meledak-ledak. Ia merencanakan dengan tenang dan metodis. Ia menghancurkan kekuatan Xiao Chen, satu per satu, hingga sang dewa matahari itu kehilangan segalanya: kekuasaan, kehormatan, bahkan namanya.
Pada akhirnya, Xiao Chen hanya tinggal cangkang kosong. Seorang pengemis tanpa identitas, hidup dalam kemelaratan dan penyesalan. Lin Wei melihatnya dari kejauhan, tatapannya dingin dan tanpa ampun.
"Kau telah membuatku kehilangan segalanya," bisik Lin Wei pada dirinya sendiri. "Sekarang… rasakan kehilangan yang sama."
Kematian Xiao Chen tidak terjadi secara tiba-tiba. Ia mati perlahan, dimakan oleh kesepian, penyesalan, dan kerinduan akan cinta yang tak mungkin lagi. Ketika jiwanya akhirnya lepas dari raga, Lin Wei merasakan kekosongan yang mendalam. Dendamnya telah terbalaskan. Tapi, kebahagiaan tidak ia temukan.
Di Istana Giok yang sunyi, Lin Wei berdiri di tengah salju yang berdarah. Udara dipenuhi aroma dupa yang menyesakkan. Ia telah menghapus nama dewa dari ingatan dunia.
Dan sekarang… ia sendirian dalam kegelapan abadi.
Bayangan matanya mengikuti, menyisakan jejak dingin di hatinya yang tak pernah bisa lagi mencintai.
You Might Also Like: Absurd Tapi Seru Kau Memilih Dia Demi
0 Comments: